Pola Pemerintahan Pada Masa Dinasti Umayyah
Mei 14, 2019
Edit
Pola
Pemerintahan Pada Masa Dinasti Umayyah
Kedaulatan Bani Umayyah mengambil nama
keturunan dari nama Umayyah ibnu abdi Syams ibn abdi Manaf. Dia seorang tokoh yang
terkemuka dalam persukuan Quraisy di
zaman jahiliyah, bersandingan dengan
pamannya yaitu Hasyim ibnu Abdi Manaf. Bani Umayyah dan Hasyim merupakan dua
sosok yang paling keras dalam merebut kedudukan kalangan Quraisy.
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun
661 M s.d 750 M. Dinasti ini berdiri kurang dari satu abad, tetapi pencapaian
ekspansinya sangatlah luas. Ekspansi ke negeri – negeri yang sangat jauh dari pusat
kekuasaan islam dilakukan dalam waktu kurang dari setengah abad. hal ini tentunya
merupakan kemenangan yang sangat
menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman
politik yang cukup memadai.
Pendirian dinasti ini berawal dari
masalah tahkim yang menyebabkan perpecahan dikalangan pengikut Ali, yang
berakhir dengan kematiannya. Sepeninggalan Ali itu sebenarnya masyarakat secara
beramai – ramai membaiat Hasan putra Ali untuk menjadi khalifah. Tetapi Hasan
memang kurang berminat untuk menjadi Khalifah. Karena itu setelah Hasan
berkuasa dalam beberapa bulan, Mu’awiyah
meminta agar jabatan khalifah diberikan kepadanya, Hasan kemudian menyetujui
permintaan tersebut dan memberikan beberapa persyaratan kepada Mu’awiyah.
Dengan demikian jabatan Khalifah dilimpahkan secara penuh kepada Mu’awiyah.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah amul jama’ah, atau tahun
persatuan umat islam. Sejak itulah Mu’awiyah resmi menjadi kholifah baru umat
islam yang berpusat di Damaskus. Adapun syarat yang di kemukakan oleh Hasan
adalah jaminan hidup, dan ketika Mu’awiyah meninggal supaya jabatan itu diserahkan
kembali kepadanya.
Langkah awal yang diambil oleh
Mu’awiyah adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Hal
ini dapat dimaklumi karena jika dianalisa setidaknya ada 2 faktor yang
mempengaruhi, yaitu di Madinah sebagai pusat pemerintahan khulafaurrasyidin
sebelumnya, masih terdapat sisa – sisa kelompok yang antipati terhadapnya.
Sedangkan di Damaskus pengaruhnya telah menciptakan nilai simpatik masyarakat,
basis kekuatannya cukup kuat. Kemudian, Mu’awiyah melakukan penggantian
sistem kekhalifahan kepada sistem kerajaan (Monarchi absolut). Sehingga
pergantian pemimpin dilakukan berdasarkan garis keturunan (monarchi heridetis),
bukan atas dasar demokrasi sebagaimana yang terjadi di zaman sebelumnya. Model
pemerintahan yang di tetapkan oleh Mu’awiyah ini banyak di ambil dari model
pemerintahan Byzantium. Karena Syiria pernah dikuasai Byzantium selama kurang
lebih 500 tahun sampai kedatangan islam, sedang Damaskus menjadi pusat
pemerintahannya.
Pada masa Mu’awiyah mulai diadakan
perubahan – perubahan administrasi pemerintah, dibentuk pasukan bertombak
pengawal raja dan dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk pengamanan
tatkala dia menjalankan shalat. Mu’awiyah juga memperkenalkan materai resmi
untuk pengiriman memorandum yang berasal dari Khalifah. Para sejarawan mengatakan
bahwa di dalam sejarah Islam.
Mu’awiyah lah yang pertama – tama
mendirikan balai–balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos,
yang tidak lama kemudian berkembang
menjadi suatu susunan teratur, yang menghubungkan berbagai bagian negara.
Pada masa Bani Umayyah dibentuk
semacam dewan sekertaris negara (Diwan al-kitabah) untuk mengurus berbagai
urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekertaris yaitu: katib ar –
Rasail, katib al – Kharraj, katib al – Jund, katib asy – Syurtah dan katib al –
Qodi. Untuk mengurusi administrasi pemerintahan di daerah, diangkat seorang
Amir al – Umara (Gubernur jenderal) yang membawahi beberapa “amir” sebagai penguasa suatu wilayah.
Dinasti Umayyah yang ibukota
pemerintahannya di Damaskus, berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14
orang khalifah, mereka itu ialah : Mu’awiyah ibn Abi Sufyan (661 – 680), Yazid
ibn Mu’awiyah (680 – 683), Mu’awiyah II ibn Yazid (683), Marwan ibn hakam (683
– 685), Abdul malik ibn Marwan (685 – 705), Walid ibn Abdul Malik (705 – 715),
Sulaiman ibn Abdul malik (715 – 717), ‘Umar ibn Abdul ‘Aziz (717 – 720), Yazid
II ibn Abdul Malik (720 – 724), Hisyam ibn Abdul Malik (724 – 743), Walid ibn
Yazid ibn Abdul Malik (743 – 744), Yazid III ibn Walid ibn Abdul Malik (744),
Ibrahim (744), Marwan II ibn Muhammad ibn Marwan ibn Hakam (744 – 750).
Pada masa Abdul Malik ibn Marwan,
jalannya pemerintahan ditentukan oleh empat departemen pokok (Diwan). Ke empat
departemen (kementrian) itu ialah :
Kementrian
pajak tanah (diwan al – kharraj) yang tugasnya mengawasi departemen keuangan.
Kementrian
khatam (diwan al – khatam) yang bertugas merancang dan mengesahkan ordonasi
pemerintah. Sebagaimana masa Mu’awiyah telah diperkenalkan materai resmi untuk
memorandumdari Kholifah, maka setiap tiruan dari memorandum itu dibuat kemudian
ditembus dengan benang, disegel dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel
kantor.
Kementrian
surat menyurat (diwan al – rasail), dipercayakan untuk mengontrol permasalahan
di daerah – daerah dan semua komunikasi dari gebernur – gubernur.
Kementrian
urusan perpajakan (diwan al mustagallat)
Bahasa administrasi yang berasal
dari bahasa Yunani dan Persia diubah dalam bahasa Arab dimulai dari Abdul Malik
pada tahun 85 / 704. Dilihat dari perkembangan
kepemimpinan ke – 14 Khalifah tersebut, maka periode Bani Umayyah dapat dibagi
menjadi 3 masa : permulaan, kejayaan dan keruntuhan. Masa permulaan ditandai
dengan usaha–usaha Mu’awiyah meletakkan dasar – dasar pemerintahan dan
orientasi kekuasaan; pembunuhan terhadap Husain ibn Ali, perampasan kota
Madinah, penyerbuan kota Makkah pada masa Yazid I, dan perselisihan antara suku
– suku Arab pada masa Mu’awiyah II.
Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada
masa pemerintahan Abdul Malik. Dia dianggap sebagai pendiri daulah Bani Umayyah
ke dua. Karena mampu mencegah disintegrasi yang telah terjadi sejak pada masa
Marwan. Sebagai seorang ahli tatanegara dan administrator ulung, Abdul Malik
berhasil menyempurnakan administrasi pemerintah Bani Umayyah. Masa
penggantinya, Walid I merupakan periode kemenangan, kemakmuran dan kejayaan.
Negara islam meluas ke daerah barat dan timur, beban hidup masyarakat mulai ringan,
pembangunan kota dan gedung – gedung umum seperti masjid dan perkantoran
mendapat perhatian yang cukup serius.
Kejayaan Bani Umayyah berakhir pada
masa pemerintahan Umar ibn Aziz (umar II). Dia terpelajar dan taat beragama.
Dia juga pelopor penyebaran agama islam. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa
pemerintahannya termasyhur seperti halnya pemerintahan orthodox yaitu
pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Akan tetapi pemerintahanya hanya bertahan
selama 2 tahun 5 bulan.
Sepeninggalan Umar II kekhalifahan
mulai melemah dan akhirnya hancur. Para Khalifah pengganti Umar II selalu
mengorbankan kepentingan umum untuk kesenangan pribadi. Perselisihan diantara
putera mahkota, serta antara pemimpin daerah merupakan sebab – sebab lain yang
menyebabkan kehancuran kekuasaan Bani Umayyah. Abu al Abbas mengadakan
kerjasama dengan Kaum Syiah. Pada tahun 750 M pertempuran terakhir antara
pasukan Abbasiah yang dipimpin Abu Muslim al – Khurasani dan pasukan Mu’awiyah
terjadi di Irak. Yang mana waktu itu kepemimpinan Bani Umayyah dipegang oleh
Marwan II. Tidak lama kemudian Damaskus jatuh ke tangan kekuasaan Bani Abbas. Runtuhnya
Bani Umayyah di Damaskus dimulai dari Khalifah Yazid II sampai khalifah Marwan
II. Disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya; Perselisihan
antar putra mahkota, Permusuhan
antar suku-suku Arab yang dihidupkan lagi setelah kematian Yazid II, Beberapa
Khalifah memanjakan diri dengan kemewahan, Beberapa
Khalifah bersikap tidak adil terhadap warga negara sehingga menjadi kecewa dan ingin
dibebaskan diri dari mereka, Keadaan
pertanian hancur dan perbandaharaan kosong, Para
menteri yang diberi kepercayaan justru mementingkan permasalahan mereka sendiri
dan menyembunyikan segala permasalahan pemerintah, Gaji
pasukan perang tidak dibayarkan, Para
musuh meminta bantuan untuk menyerang/melawan meraka, tetapi mereka tidak mampu
menyerang serangan karena pembantu sangat sedikit, Penyembunyian
berita-berita merupakan salah satu faktor dasar
penyebab runtuhnya kerajaan.
Meskipun masa kepemimpinan Bani
Umayyah di Damaskus sarat dengan intrik politik internal maupun eksternal yang
kemudian menghasilkan perluasan wilayah Islam, namun mereka tidak melupakan
perkembangan intelektual. Berbagai perkembangan peradaban dan kebudayaan yang ada meliputi :
1. Arsitektur
Pada masa dinasti Umayyah seni
arsitektur bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota dan bangunan agama
berupa masjid-masjid. Corak bangunan yang ada pada masa ini merupakan gaya
perpaduan Persia, Romawi, dan Arab yang dijiwai semangat Islam.
Pembangunan yang dilakukan meliputi
perbaikan kota lama dan membangun beberapa kota baru. Damaskus yang dulunya
merupakan ibukota Kerajaan Romawi Timur di
Syam pada masa sebelum Islam, merupakan kota lama yang dibangun kembali
serta dijadikan ibukota Daulah ini. Di kota ini dibangun gedung-gedung indah,
jalan-jalan dan taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Pada masa kekhalifahan
Walid dibangun masjid agung yang terkenal dengan nama “Masjid Damaskus”. Arsitek
pembangunan masjid ini adalah Abu Ubaidah ibn Jarrah.
Kota Kairawan merupakan salah satu
kota baru yang dibangun pada masa ini oleh Uqbah ibn Nafi ketika ia menjabat
sebagai gubernur di wilayah ini pada masa Khalifah Mu’awiyah. Kota Kairawan dibangun
dengan gaya arsitektur Islam dan dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid,
taman rekreasi, pangkalan militer, dsb.
Pada masa Umawiyah ini juga
dilakukan perbaikan-perbaikan masjid tua yang ada sejak zaman Rasulullah.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan menyediakan dana sebesar 10.000 dinar emas
untuk memperluas Masjid al-Haram yang disempurnakan pada masa khalifah Walid.
Demikian
juga dengan Masjid Nabawi, diperluas dan diperindah dengan konstruksi Syiria di
bawah pengawasan Umar ibn Abd Al- Aziz, yang pada saat itu menjabat sebagai
gubernur Madinah. Dinding masjid ini dihiasi mozaik dan batu permata. Tiangnya
dari batu marmer, lantainya dari batu pualam, plafonnya bertahtakan emas murni,
ditambah empat buah menara.
2. Organisasi Militer
Organisasi militer pada masa Bani
Umayyah terdiri dari angkatan darat (al-jund), angkatan laut (al-bahriyah), dan
angkatan kepolisian (as-syurthah). Bala tentara pada masa ini muncul atas dasar
paksaan. Angkatan bersenjata terdiri dari orang-orang arab. Setelah wilayah
kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara orang luar pun terutama bangsa Barbar
turut ambil bagian dalam kemiliteran ini. Pada masa Abd al-Malik ibn Marwan diberlakukan
Undang-Undang Wajib Militer (Nidam at-Tajdid al-Ijbari).
3. Perdagangan
Daerah kekuasaan daulah Bani
Umayyah yang semakin luas menjadikan lalu lintas perdagangan mendapat jaminan
yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok meliputi
perdagangan sutera, keramik, obat-obatan, dan wewangian. Sedangkan lalu lintas
laut ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu,
kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Keadaan ini membawa
ibukota Basrah di teluk Persi menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur,
begitu pula Kota Aden. Perkembangan perdagangan ini mendorong meningkatnya
kemakmuran bagi Bani Umayyah.
4. Kerajinan
Pada masa khalifah Abd Malik mulai
dirintis pembuatan tiraz (semacam bordiran), yaitu cap resmi yang dicetak pada
pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Abdul Aziz (gubernur Mesir),
mengganti format tiraz yang semula merupakan terjemahan dari rumus Kristen
menjadi rumus Islam dengan lafaz “la illaha illa Allah”.
Begitu
juga seni lukis, sejak khalifah Mu’awiyah sudah mendapat perhatian masyarakat.
Sebuah lukisan yang ditorehkan oleh khalifah Walid I adalah lukisan berbagai
gambar binatang, tetapi corak dan warna masih bersifat Hellenisme (budaya
Yunani) yang kemudian dimodifikasi menrut cara-cara Islam. Hal ini menarik para
penulis Eropa.
5. Kedokteran
Khalifah Al-Walid telah memberikan
sumbangan berupa pemisahan antara ahli tentang penyebab penyakit dengan ahli
tentang pengobatan. Khalifah Umar telah memindahkan sekolah kedokteran dari
Iskandariyah ke Antiokhia dan Harran.
Khalifah
Khalid ibn Yazid memerintahkan penterjemahan buku-buku kedokteran, kimia, dan
astrologi dari bahasa Yunani dan Kopti kedalam bahasa Arab.
6. atau historiografi
Munculnya Ubaid bin Syarya seorang
penulis sejarah dalam bentuk sirah dan maghazi dan telah menginformasikannya ke
Muawiyah tentang pemerintahan bangsa Arab dahulu dan asal usul ras mereka. Muncul tokoh-tokoh
sejarah seperti Wahab ibn Munabbih (W.728M), Kaab Al Akhbar (W.625/654M) dan
lainnya.
7. Musik dan Syair
Munculnya Said bin Miagah (W.714M)
orang yang pertama kali memasukkan nyanyian Persia dan byzantium kedalam bahasa
arab. Seni sastra berkembang dengan pesatnya, sehingga mampu menembus ke dalam
jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat. Sehingga syair yang
muncul senantiasa menonjolkan sastranya, disamping isinya yang sangat bermutu.
Para penyair tersebut diantaranya adalah Junair (653-733M), Al-Farazdah
(641-732M), dan Imran bin Hattan. Dalam seni suara yang sangat berkembang
adalah seni bca al-qur’an, qasidah, dan seni musik kalinnya.
8. Kondisi Keagamaan
Pada masa Bani Umayah sudah muncul
berbagai pemikiran keagamaan seperti Syi’ah, Khawarij, Murjia’ah, Mu’tazilah,
disamping Jabariyah dan Qadariyah yang sebelumnya sudah ada. Pada masa Umayyah
kita dapat melihat cikal bakal gerakan-gerakan filosofis keagamaan yang
berusaha menggoyahkan pondasi agama islam yaitu:
a. Mu’tazilah, kaum Mu’tazilah mengembangkan teologi (kalam) rasionalistik yang
menekankan keesaan dan kesederhanaan Tuhan, yang harus tercemin dalam
integritas umat. Orang mu’tazilah (penentang) karena mendakwah ajaran bahwa
siapapun yang melakukan dosa besar dianggap telah keluar dari golongan orang
yang beriman, tapi tidak menjadikan kafir, dalam hal ini orang berada dalam
kondisi pertengahan antara kedua status itu.
b. Qodariyah Aliran ini terkenal dengan pemikiran Free Will dan Free act
(kebebasan berkehendak dan berbuat). Aliran ini beranggapan bahwa manusia
memiliki kehendak bebas dan bertanggungjawab atas tindakan mereka sendiri.
c. Khowarij, yang berpandangan bahwa orang berbuat dosa besar adalah kafir, halal
darahnya dan wajib dibunuh.
d. Syi’ah, merupakan salah satu dari dua kubu islam pertama yang berbeda pendapat
dalam persoalan kekhalifahan. Para pengikut Ali ini membentuk kelompok yang
solid pada masa dinasti Umayyah. Sistem imamah kemudian menjadi unsur yang beda
antara kaum sunni dan kaum syi’ah.
e. Murji’ah yang berpendapat bahwa orang berdosa besar tetap masih mukmin dan
bukan kafir. Permasalahan dosa yang dilakukan diserahkan kepada Allah SWT untuk
mengampuni atau tidak orang tersebut. Selain
itu sebagian tokoh Islam sudah mulai mengenal filsafat Yunani dengan
penerjemahan naskah-naskah asing yang berbasa Yunani ke dalam bahasa Arab
sehingga mempengaruhi pola pikir mereka dalam bidang keagamaan dan ini sebagai
buah dari kebebasan berpikir. Para cendekiawan muslim besar yang muncul pada
zaman itu seperti Hasan al-Basri dan Washil bin Atha.